BIOZINE: Menjaga Anak agar Tidak Menjadi Generasi Sandwich (Hari Anak Nasional)
Setiap tanggal 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional. Tanggal ini dipilih karena tepat pada 23 Juli 1979, pemerintah mengesahkan Undang-Undang mengenai kesejahteraan anak. Peringatan Hari Anak Nasional sendiri mulai diselenggarakan sejak tahun 1986 silam.
Sumber: suara.com |
Hari Anak Nasional dilaksanakan oleh
Pemerintah bersama masyarakat secara sederhana. Seluruh masyarakat secara aktif
berpartisipasi, sebagai upaya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak kepada
anak yang nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa. Namun, hari anak ini
hanya sebagai pengingat bahwa kita perlu menghormati hak-hak anak. Bukan hanya
untuk sehari saja, tetapi juga hari-hari selanjutnya.
Mengenai anak, belakangan ini di sosial
media terutama twitter cukup ramai masyarakat membahas tentang ‘generasi sandwich’
. Sebenarnya Istilah ini bukanlah istilah yang baru, pertama kali diperkenalkan oleh Dorothy A. Miller pada tahun 1981. Dalam bukunya The
‘Sandwich' Generation:Adult Children of The
Aging. Dorothy berkata seseorang yang
merasa dirinya berada dalam posisi ini, biasanya rentan menghadapi stress. Bisa
dipahami karena selain menjadi tulang punggung orang tua, mereka juga harus
menghidupi diri mereka sendiri dan juga keluarga mereka sendiri dan anak-anak
mereka (bagi yang sudah menikah).
Dari pernyataan diatas, tentu kita merasa
bahwa hal ini sangat jauh korelasinya dengan kehidupan anak-anak, karena
menjadi tulang punggung tentunya hanya dilakukan oleh orang dewasa. Namun,
mengapa kita membahas ini?
Percaya atau tidak, generasi sandwich
sudah seperti rantai yang sangat panjang. Telah ada dari generasi-generasi
sebelumnya, hingga generasi millenial sampai sekarang. Tentunya, pernyataan
mengenai generasi sandwich ini menghasilkan pro dan kontra.
Beberapa setuju dengan pernyataan ini,
walaupun secara umum disebutkan orang yang mengalami generasi sandwich adalah
kisaran 30 hingga 40 tahun. Namun, cukup banyak juga yang berujar bahwa mereka yang
berada di usia awal 20 tahun, sudah dituntut untuk menghidupi orang tua mereka
beserta adik-adik yang mereka miliki, pada akhirnya kondisi ini menimbulkan
beban tersendiri bahkan dapat memengaruhi psikis karena merasa tertekan. Tidak
sedikit juga yang menyatakan bahwa seorang anak memang sudah sepatutnya
berbakti kepada orang tua, sehingga memenuhi kebutuhan keluarga bukanlah hal
yang harus diperdebatkan lagi. Mereka berpikir
mengapa seseorang bisa merasa bahwa ia terjebak di kondisi tersebut, padahal
kapan lagi membahagiakan orang tua. Namun, yang menjadi polemik di sini adalah
ketika kondisi seseorang itu dituntut untuk menjadi tulang punggung,
menyebabkan ia merasa tertekan.
Kedua pendapat ini sebenarnya tidak ada
yang salah dan benar. Perlu kita sadari, bahwa beberapa anak terlahir dalam
keluarga yang secara finansial memang tidak mencukupi ditambah orang tua yang menuntut
anaknya agar bisa membantu menunjang finansial mereka. Ada juga, walaupun secara
finansial keluarga tersebut tidak mencukupi, namun sang orangtua tidak menuntut
anaknya untuk membiayai hidup mereka.
Menurut saya, sudah sepatutnya kita
berbakti kepada orang tua tetapi rantai generasi sandwich juga harus diputus. Jika ada dari kita sudah termasuk kedalam
generasi sandwich, maka cukup sampai pada kita. Anak-anak, bahkan generasi
seterusnya tidak mengalami kondisi ini lagi.
Hal yang dapat kita lakukan ialah, melek
mengenai perencanaan finansial, belajar untuk menabung serta menahan diri dari
gaya hidup yang konsumtif, dan tidak menuntut anak-anak kita di kemudian hari
untuk menanggung semua biaya keluarga.
Staff Kominfo Kabinet Wirawidya 2021
Komentar
Posting Komentar