BIOZINE: Artikel Perlindungan Anak terhadap Gawai dalam Rangka Melindungi Anak Terpapar Konten-konten Berisiko


Hingga saat ini, dunia tengah diguncang oleh wabah virus Corona yang menyebar dengan sangat cepat ke seluruh dunia. Dan era pandemi ini menambah kedekatan anak dengan dunia maya dimana penggunaan gawai diperlukan sebagai alternatif dalam kehidupan sistem daring. Penggunaan internet yang berguna sebagai sarana belajar, menambah ilmu pengetahuan dan sarana komunikasi bagi anak membuat orang tua memberikan akses langsung penggunaan gawai kepada anak. Sayangnya, banyak anak minim bekal pengetahuan dan pendampingan dari orang tua sehingga anak-anak lebih banyak menggunakan gawai untuk bermain dan berselancar di internet dimana anak-anak berisiko terpapar informasi dan konten yang tidak layak seperti eksploitasi seksual, tindakan menyakiti diri sendiri, bunuh diri, pornografi hingga konten berbau radikalisme. Selain itu, tanpa pengawasan orang tua anak rentan mengalami adiksi siber dimana penggunaan gawai berlebihan pada anak dapat menimbulkan berbagai dampak buruk lainnnya mulai dari menutup interaksi sosial, sampai berpengaruh pada kesehatan anak seperti gangguan ketajaman penglihatan mata, pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Dengan demikian, penggunaan gawai pada anak-anak usia dini di Indonesia saat ini memasuki tahap yang mengkhawatirkan. Kondisi ini dapat menghambat upaya pembangunan karakter sekaligus kesehatan anak untuk menghasilkan generasi emas yang unggul pada 10-20 tahun mendatang. Oleh karenanya, perlindungan dan pemenuhan hak anak menjadi kata kunci dalam menjaga anak-anak sebagai masa depan bangsa.

Berdasarkan survei KPAI (2020), sebanyak 79% orang tua memberikan gawai untuk selain belajar dan 71,3% adalah milik sendiri. Orang tua berharap gawai untuk mencari pengetahuan (74,1%) dan sarana informasi (70,4%). Namun anak memanfaatkan untuk chatting (52%), nonton youtube (52%) dan mencari informasi 50%). Ironisnya sebanyak 79% anak tidak memiliki aturan penggunaan gawai. Sebanyak 34,8% anak menggunakan gawai 2-5 jam perhari dan sebanyak 25,4% lebih dari 5 jam per hari yaitu di luar untuk kepentingan belajar. Padahal screen time anak dibawah 12 tahun adalah 90 menit dan 120 menit bagi anak 12-18 tahun. Sebanyak 98% orang tua menyatakan sudah menjelaskan manfaat dan negatif gawai dan anak mengiyakan bahwa 59,1% ayah dan 68% ibu menjelaskan manfaat gawai. Walaupun orang tua sudah menjelaskan kencanduan (90,3%) melihat tayangan atau iklan tidak sopan (55,7%), dan dikirimi gambar tidak sopan (34,6%), namun anak ada yang mengalami kekerasan dan kejahatan berbasis siber, diantaranya melihat tayangan atau iklan tidak sopan (22%), diajak bertemu (3%), diminta mengirim foto tidak sopan (2%), dan diminta membuat dan mengirimkan video tidak sopan sebanyak (1%). Selain itu, sebanyak 55% bermain game online, dan sebanyak 26% bermain perang dan 16% bermain petualangan, dan dalam hal ini berbeda dengan pendapat orang tua yaitu perang 54% dan petualangan 50,9%. Gap antara perspektif orang tua mengasuh dan penerimaan anak cukup besar dalam hal penggunaan gawai. Anak membutuhkan pendampingan dan bekal orang tua dalam menggunakan gawai agar terlindungi dari kecanduan dan kekerasan berbasis siber.

Sumber: www.jurnalweb.com


Dalam hal penggunaan gawai, pemerintah, sekolah, orang tua harus terus melakukan edukasi literasi digital agar anak memahami penggunaan gawai. Edukasi literasi digital bagi orang tua juga sangat penting agar dapat mendampingi dan mengawasi aktifitas anak terkait penggunaan gawai. Terlebih dalam situasi pandemi Covid-19 menciptakan potensi kerentanan pada kehidupan anak sebagai dampak dari kondisi orang tua. Pendampingan dan pengasuhan anak oleh orang tua menjadi kunci dalam situasi pandemi. Orang tua menjadi pengasuh sekaligus pendidik pengganti selama pandemi Covid-19. Orang tua sangat perlu membangun komitmen dengan anak terkait dengan aktifitasnya dalam penggunaan gawai, meliputi waktu, tempat, seleksi terhadap konten yang dilihat, dan sikap positif bersosial media. Pengasuhan dari orang tua penting agar anak memahami dampak negatif dan positif penggunaan gawai, sehingga anak tidak mendapatkan dampak negatif penggunaan gawai seperti kecanduan, terganggu kesehatan mentalnya, terpapar konten tak layak, hingga kejahatan berbasis siber.

Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan meningkatkan peran keluarga dalam menghindari dampak penggunaan gawai pada anak, dan meningkatkan pengetahuan tokoh masyarakat tentang penggunaan gawai yang aman. Semua upaya ini dibingkai dalam sebuah kebijakan yang bertujuan melindungi anak usia dini dari bahaya gawai dan internet. Sebuah studi literarur menyarankan adanya kebijakan yang mewajibkan keluarga dan anak-anak secara tegas menyeimbangkan kegiatan daring dengan lainnya dengan pembatasan waktu memainkan gawai dan akses terhadap internet. Berbagai upaya perlindungan anak-anak yang bisa dilakukan para orang tua, adalah sebagai berikut:

1.   Perlu untuk mengetahui semua perangkat yang dapat mengakses internet seperti komputer/laptop dan handphone juga perangkat lain, misal game console, karena game console semacam PS3 sudah bisa mengakses internet.

2.   Selalu awasi penggunaan perangkat di atas, seperti secara berkala memeriksa data-data yang disimpan, khususnya file gambar dan video.

3.   Menginstall software atau fitur lainnya seperti aplikasi keamanan online untuk memblok akses ke situs pornografi dan konten berisiko lainnya. Ini termasuk langkah untuk memfilter materi yang ada di internet. Tetapi, jangan terlalu ketat dalam melakukan filtering, karena bisa saja software salah mengenali situs ilmu pengetahuan dengan situs pornografi, misal situs ilmu kebidanan. Orang tua dapat menyediakan peramban web khusus untuk anak-anak seperti KidZui, Hoopah Kidview Computer Explorer, NoodleNet, dan lain sebagainya.

4.   Perlu melakukan pembedaan perlakuan, bergantung pada usia anak-anak. Anak-anak yang masih TK dan SD lebih baik tidak mempunyai email terlebih dahulu. Adapun yang SMP bisa menggunakan email, namun melalui email orang tua. Yang sudah SMA bisa menggunakan email dan memiliki akun di situs jejaring sosial, namun selalu awasi penggunaannya. Anak-anak usia TK-SMP lebih baik tidak bergabung dengan situs jejaring sosial.

5.   Tidak perlu menggunakan video kamera di komputer/laptop. Blok juga perangkat lunak IM (internet messenger) yang mengizinkan melakukan panggilan telepon atau video call melalui internet. Dan berikan pemahaman tentang pentingnya melindungi identitas digital.

6.   Selalu berkomunikasi dengan anak dalam suasana nyaman dan tentram. Orang tua membangun kepercayaan dengan anak. Jika ada hal mencurigakan, jangan menekan anak. Dengan begitu, diharapkan anak-anak akan selalu terbuka kepada orang tua terkait aktivitas online mereka. Diskusikan juga bahayanya bertemu dengan orang asing di internet, walau betapa baik tampaknya mereka, baik pria maupun wanita.

Dan agar anak tidak kecanduan terhadap gawai, tetapkanlah kesepakatan dengan anak perihal waktu bermain gawai dan lebih baik lagi untuk meluangkan waktu agar dapat menghabiskan waktu bersama anak dengan bermain bersama, membaca buku, dan agar anak memiliki kesempatan untuk bergaul dengan teman sebayanya di lingkungan sekitar.

Edukasi anak sedini mungkin dengan nilai-nilai moral dan filter apa-apa yang dapat diserapnya karena fase anak-anak mulai dari prakelahiran sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Bayangkan bila pada fase anak-anak ini, mereka terpengaruh oleh materi pornografi dan konten berisiko lainnya yang membuat mereka merasakan hal-hal (rangsangan) yang sebenarnya belum bisa mereka pahami dan terjemahkan. Mereka akan menjadi bingung, mereka akan mengalami disorientasi, yang bisa berakibat pada perilaku penyimpangan seksual dan gangguan kejiwaan. Dampak lainnya adalah moral mereka akan mengalami degradasi dan membuat mereka merasa pornografi dan hal-hal ektrim seperti bunuh diri dan pembullyan adalah hal biasa. Anak-anak akan tumbuh berkembang ke masa remaja dan dewasa, dan akan tiba saat merekalah yang akan menggantikan peran generasi produktif yang sekarang. Anak-anak inilah nantinya yang akan mengisi kursi di berbagai institusi, industri, dan pemerintahan. Maka dari itu, marilah bersama-sama kita jaga anak-anak Indonesia dari penyalahgunaan gawai, dan kita sebagai mahasiswa juga calon guru dapat menyediakan ruang untuk anak-anak di dunia maya dengan giat memproduksi konten-konten bermanfaat dan berkualitas.


Daftar Rujukan


Engel, Ventje J. L. 2012. Upaya Melindungi Anak-anak dari Fornografi di Internet. Jurnal Sosioteknologi Edisi 12 Tahun 11. DOI: https://media.neliti.com/media/publications/41509-upaya-melindungi-anak-anak-dari-fornogra-03973b55.pdf.

Heryana, Ade. 2020. Perlindungan Anak Usia Dini terhadap Penggunaan Gawai Berlebih. DOI: https://www.researchgate.net/publication/338423630.

Pranawati, R., dkk. 2020. Pengawasan Perlindungan dan Pemenuhan Hak di Era Pandemi COVID-19: Survei terhadap Anak dan Orang Tua. Jakarta: KPAI. DOI: http://repository.uhamka.ac.id/7259/1/buku%20KPAI%20ringkas.pdf.

Ulinnuha, Masyari. 2013. Melindungi Anak dari Konten Negatif Internet: Studi terhadap Peramban Web Khusus Anak. SAWWA.8(2): 341-360. DOI: http://journal.walisongo.ac.id/index.php/sawwa/article/download/661/599.



Penulis: Yasmin Athirah Ramadhan (2019)

Staff Kominfo Kabinet Wirawidya 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soal Olimpade Biologi (OSAGI II) Tingkat SMA sederajat

soal olimpiade tingkat SMP sederajat tahun 2014

DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus)